Minggu, 28 Juni 2015

SELENDANG KAWUNG


Dari teras belakang rumah berbentuk joglo terlihat sangat rapi, bahan terbuat dari kayu dan genting berwarna merah menambah indahnya pemandangan rumah tersebut, di atas kursi roda yang sudah berkarat bahkan rongga rodanyapun sudah tak berangin apalagi busanya sudah diganti dengan papan kayu yang mulai lapuk, dan dilantai itupun sudah terlihat jelas bekas serbuk kayu yang dimakan rayab. Di atas kursi roda yg rusak tersebut terlihat seorang laki-laki yang sudah tidak muda lagi, wajahnyapun terlihhat banyak lipatan-lipatan tebal. Bahkan mahkota kepalanyapun tidak berwarna hitam lagi. Dan mahkota kepanya sudah tidak pernah dilewati dan disinggahi sisir sehingga terlihat tubuh laki-laki itu semakin tidak terawat. Seorang laki-laki yang sudah tidak muda itu memiliki nama Riko. Riko di atas kursi roda hanya menerawang melihat perubahan awing yang ada di langit. Dari awan-awan itu kian memerah dan ditelan kegelapan. Dalam pikirannya termenung sebuah penantian. Penantian seorang buah hatinya. Menanti buah hatinya yang tak kunjung pulang mencari bekal dikala senja.

Tok..tok…tok” tersengar suara ketokan dari pintu depan, kemudian terdengar sahutan salam, “Assalamu’alaikum…ayah aku pulang.” Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Lalu rani mengulanginya lagi, “walaikum salam…masuk saja pintu tidak dikunci,” jawab riko dengan keras. Rani lalu berjalan menghampiri ayahnya yang berada di teras belakang rumah lalu mencium tangan ayahnya. Ranipun semakin mendekat dan bertanya, “sepertinya ayah sedang gerah dan kepayahan.” Ayah Nampak tidak sehat. Apakah ayah memerlukan bantuan randi untuk menghilangkan panas.” Tanya rani kepada ayahnya yang terlihat sedang kipas-kipas kegerahan. Sekiranya sakit ayah akan ke dokter. Hanya saja hati ayah sekarang ini merasa rusuh.” Yang penting ayah tidak sakit. Kata rani dengan tenang. “Nak kenapa kamu baru pulang?” tanya riko dengan suara datar. Karena rani tadi di sekolah mengikuti ekstra sehingga pulang telat yah.” Jawab Rani. Ya sudah buruan ganti baju dan makan sudah ada mkanan kesukaanmu di meja makan. Ranipun menuju ke kamarnya lalu ganti baju kemmudian makan. Setelah makan Rani membersiakah lantai yang diselimuti debu. Rani sudah apa belum ganti bajunya, kalau sudah buruan makan, tanya riko dengan keras. Sudah yah sekarang Rani membersihkan lantai, jawab rani keras. Kalau sudah selesai tolong bantu ayah untuk masuk ke rumah ya nak.” Perintah riko. Rani kemudian membawa ayahnya kedalam rumah dan menganjurkan ayahnya untuk segera istirahat. Malam semakin larut. Di luar terlihat bintang-bintang yang berkerlap-kerlip di langit. Krik…krik..kri suara jangkri bersaut-sautan, rani lalu merebahkan tubuhnya ke atas kasur yang sudah tipis untuk menghilangkan rasa lelah dan letihnya. Pandangannyapun menerawang ke langit-langit kamarnya. Entah apa yang ia pikirkan hingga kedua katup matanya terpejam.
***
Hari sudah berganti pagi. Kluti..klutik..klutik..suara rani yang sedang mengaduk teh untuk ayahnya. Kokokan ayam yang terdengar dan sinar mentari pagi yang menembus celahcelah rumahnya membuat riko terbangun.   Rani…ran..nak tolong bantu ayah untuk turun dari tempat tidur. Panggil riko kepada rani. Iya yah tunggu sebentar, jawab rani segera. Setelah pekerjaannya sudah selesai semua rani segera bergegas berangka kesekolah  tetapi ia tidak lupa berpamitan kepada ayahnya.
Di sekolah rani mengikuti pelajaran bersama teman-teman sekelasnya. Kring…kring…kring bel berbunyi tiga kali pertanda waktu istirahat. Semua siswa keluar kelas untuk beristirahat. Ada yang ke kanthin dan adan yang ke koperasi sekolah untuk membeli jajan. Saat itu juga rani bertemu…, seperti biasa mereka duduk-duduk di kursi panjang di taman depan ruang kelas mereka sambil bercerita dan bercanda tawa bersama. Ditengah-tengah mereka asyik bercerita tiba-tiba mereka terdiam melihat pak Jono sedang memasang pengumuman di papan pengumuman depan kantor guru. Anak-anakpun mengerumuni pengumuman yang baru saja dipasang. Kirana bergegas bangkit dari duduknya dan berjalan kearah pengumuman. Mata sipit kirana menatap kertas yang terpapang di depannya. Mulutnya bergumam lirih, “pemilihan…duta…wisata.” Bola mata kira semakin bergerak cepat mencari informasi yang ada sambil tangannya mengambil seuah pena dan kertas dari dalam sakunya. Lalu menulis semua informasi yang barusan ia baca. Kemudian kirana kembali kepada rani dan dita yang dari tadi sudah menunggu. Tanpa kembali ketempat duduknya kirana langsung bertanya, eh tahu nggak di kabupaten kita akan diadakan pemilihan duta tari…?” apa yang serius kamu tanya rani terkejut..” lalu kita ikut tidak tanya rani kepada kirana. Harus ikut dong. Jawab rika dengan yakin. Ini kesempatan yang saya nantikan. Percuma jika kita ikut ekstra tari tetapi tidak ikut audisi ini, kata rani. Betul kamu ran aku setuju, kata rika menambahkan. Kita harus mengkonsultasikan hal ini kepada ibu dini guru tari kita. Setelah pulang sekolah. Kring…kring…kring…bel masuk berbunyi semua anak segera  masuk kelas, guru-guru sudah berjalan menuju kelas masing-masing untuk memberikan pelajaran berikutnya. Jarum jam pendek menunjukan angka satu itu artinya jam pelajaran telah usai. Anak-nak berlari berhamburan keluar kelas. Rani, Kirana, dan dista kemudian menemui guru tari barunya yang bernama Ibu Dini, untuk mengkonsultasikan engenai lomba tersebut.
“Bu boleh minta waktunya sebentar, tanya rani kepada ibu Dini yang sedang duduk di kursi kantornya.
“Boleh silakan,” Jawab Ibu Dini bjak..
“kami bertanya tentang pegumunan lomba pemilihan duta tari?”
Iya nanti sore sekolah kita akan melakukan seleksi siapa saja yang akan mewakili untuk pemilihan itu.  Kalian bertiga ikutkan>\/” tegas ibu  Dini.
“pasti dong, iyakan teman-teman kata dista.


Akhirnya peserta satu persatu telah diseleksi dan menampilkan kemampuannya masing-masing. Hingga tiba Rani sebagai peserta terakhir, tiba saatnya pengumuman siapa yang lolos kemudian mewakili sekolah untuk kebabak penyisihan di kecamatn. Erlihat bu Dini yang sedang duduk di kursinya sedang membuka-buka hasil penilaiannya. Anak-anak berkerumunan sambil meduga siapa saja yang akan lolos. Hemmm …Rani menghelan nafas yang panjang. Hatinya berdebar-debar. “semoga kita lolos ya.” Kata Rani kepada dista dan kirana. “iya semoga kita lolos.” Balas  Kirana dengan berharap. Bu Dini terlihat mulai merapikan kertas yang ada di mejanya. Tak lama kemudia beliau bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri kerumunan para peserta. “mohon perhatianya anak-anak ibu akan membacakan hasilnya”. Kata bu Dini sambil menatap kearah anak-anak sambil menunjukkan kerjas yang bawa di tangan kanannya. Anak-anak yang awalnya ramai terdiam. Semua pandangan mata tertuju kea rah bu Dini. “Rani dan wati bu yang lolos” terdengar celetukan dari beberapa peserta bu Dini mulai membacakan nama peserta yang lolos dista…kirana dan…….hati anak anak berdebar-debar setelah tiga nama telah disebutkan bu dini. Rani  yang sangat berharap kepalanya tertunduk karena  di awal tadi namanya tidak disebutkan. Dan satu nama terakhir yang memiliki nilai tertinggi adalah…... Bu Dini sengaja membuat penasaran anak-anak, “Ranniiiiiiii”. Rani yang semula kepalanya tertunduk kemudian, kepalanya terangkat dan matanya berkaca-kaca. Anak-anak yang lain kemudian mengucapkan selamata kepada ke empat anak tersebut. Sebelum meninggalan ruangan bu Dini menyarakan kepada rani, dista dan kirana agar giat berlatih untuk babak penyisihan yang aan dilaksanakan dua hari lagi.
***
Seperti biasa pak Riko hanya duduk-duduk diteras belakang rumahnya. Rani masuk kerumah dan mendekat kepada ayahnya setelah ayahnya  mengijinkan ia masuk. “Ayah maaf hari ini pulang sore karena mengikuti seleksi. Seleksi apa Ran…?”. Tanya ayahnya dengan penasaran. Seleksi Tari yah…” Apa Tarii…..ayah rani terkejut saat mendengarnya….telinganya memerah dan seakan menycairkan luka yang tependam dan telah membatu selama ini. Memangnya kenapa yah kok sepertinya ayah terkejut mendengarbya. Tidak ayah hanya tidak suka ikut tari.
“kenapa?”
“pokoknya ayah tidak suka kamu menari, ayah menyekolahkanmu untuk belajar..bukan menjadi penari!”. Ayah rani masuk ke dalam tanpa meminta bantuan anaknyya, seakan menunjukan kekesalan. Di wajahnya Nampak jelas kekecewaan yang selama ini terpendam kini muncul kembali. Rani meninggalkan teras belakang dengan  rasa ingin tahunya yang belum terjawab. Waktu telah jauh meninggalkan siang malampun semakin larut. Pak Riko tampak tertidu pulas, tapi hal itu tidak untuk Rani. Pandangnyapun tertuju keluar seperti masih ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Entah apa itu. Mulutnya menggumam tpis kenapa ayah tidak suka aku menari tanganyapun mengarah kejendela lalu menutup jendela itu. Ia kemudian tidur
***
Hari ini pertama kali rani latihan untuk persiapan lomba. Namun pikiranya masih kacau, saat latihan Rani Nampak tidak serius, tatapanya kosong. Padahal saat latihan sebelumnya ia yang paling menonjol diantara teman-temanya. Hal itu membuat dista dan kirana bertanya-tanya. Seusai latihan mereka menghapiri rani dan bertanya,
“Ran kenapa kau tak seperti biasanya,” tanya rina denga nada bertanya.
“Iya rani  sepertinya kamu punya mmasalah, cerita ong siapa tahu kami bias membantu” Tambah dista.
“mungkin aku tidak akan ikut lomba ini” tutur Rani sedih.
“kenapa Ran, bukanya kamu yang paling menginginkan saat seperti ini,” tanya dista kembal.
“ayah…”.
“ada apa Ran dengan ayahmu, apakah beliau sakit?”
“tidak…”
Lalu kenapa, ran..”
“kalian pasti tidak akan mengerti.” Jawab Rani bimbang.
“mengerti apa?”
“ayahku tidak setuju kalau aku ikut tari…”
Memang kenapa ran?”
Hal itulah yang menggangu pikiranku hingga au seperti ini.”
Setelah bertemu pertigaan mereka berpisah, sehingga rani mengakhiri ceritanya.
Rani pulang sendirian, sedangkan Rina, kirana dan dista pulang bersamaa, karena jarur yang ia lalui searah. Dalam perjalanannya mereka membicarakan masalah yang dialami rani. Merka berfkir masalah itu harus di konsulasikan kepada bu Dini.
***
Hari ini adal hari dimana rani, dista, dan kirana harus mengikuti babak penyisihan. Sebelum tampil mereka menceritakan semuanya ke Bu dini. Bu din segera memanggil rani, dan memberikan sarah agar dia tetep iku dalam tahap penysihan besuk. Sejak itu juga semangat dan senyumyang dulu hilang kini ekmbali. Di SMP nawangan adalah tempat dimana babak penyishan. Rani, dista, dan kirana didampingioleh bu Dini. Saat pendaftaran nomor undian diacak sehingga nomor mereka tidak berurutan. “tiga belas…ini nomor yang paling aku suka.” Kata rani kegirangan sambil menunjukan nomor undiannya. Dari arah belakang terdngan panitia sedang memang sua peserta siap-siap untuk tampil. Semua peserta telah menunjukan kemampuanya. Mereka berempat takut bila gurgur dibabak ini. “Rina widayati nomor undia 10…,” panitia memanggil, rinapun bergegas menampilkan kebolehannya. Rani sedang melihat rina yang sednag meliukan tubuhnya. Ia tersenyum dan mengangkat jempot kea rah rina. Sedangkan bu Dini tersenyum seakan mengungkapakan bahwa gerakan rina bagus. Semua peserta telah tampil termasuk Rani, semua peserta beristirahat sambil menggu keputusan dewan juri. Para jri berkumpul membahas siapa-siapa saja peserta yang lolos ke semi final ditingkat kabupaten. Para juri terlihat kesulitan, karena penampilan semua peserta terlihat bagus. Tiba saatnya membacakan hasil penialaian, semua peserta diharapakan untuk berkumpul. Pak doni akan membacarakan dua nama yang akan meaju kebabak selanjutnya.  Dua nama yang memperoleh hasil tertinggi adalah…..Rani dan Dista. Sebagai wakil SMP N 3 bandar rani dan Dista maju, semua peserta memberikan selamat kepada mereka berdua. Termasuk bu dini sebagai pembimbingnya.
***
Dua hari kemudian Rani dan Dista berapa di SMP N 1 pacitan yang ditunjuk sebagai tempat pelaksanaan babak semi final. Berhunbung sdh daftar ulang dan mereka belum sarapan, merkapun diajak bu Dini ke kanthin. Di kantin sudah banyak dari peserta lain yang telah terlebih dahulu dating. “Hai…nama kamu siapa, dan perwaklan mana?”
Tanya Rani kepada salah satu peserta yang dduduk disebelahnya. Aku dina dari smp nawangan, balasnya. Kalau kamu ?” Rani saaya perwakilan dari SMPN 3 Bandar. Wah kamu kelihatannya sudah siap ya? Belum terlalu siap kalau kamu, aku juga terlalu siap.
****
Terdengar panitia sedang memanggil peserta, Rani, Rina, dan Dina lalu bergegas menju sumber suara semua peserta kemudian berkumpul dan bersiap-siap untuk taampil “ Dina dari SMP nawangan kemudian dina maju. Sambil berjalan untuk mempersiapkan diri, kemudioan Rani maju setelah tiba gilirannya, kemudian rani maju lalu ia mulai menari. Suara tepuk tangan yang sangat meriahpun terdengar menunjuk bahwa, penampilannya sangat bagus. Semua peserta teklah menampilkan kemampuannya  masing-masing tak terkecuali dengan Rina, karena penilaiannya dengan alam yang  modern maka panitia dengan mudah dan cepat mengetahui perolehan nilai, dari yang tertinggi sampai denga yan g t ertndah. Sedangkan nama-nama yang masuk ke sepuluh besar akan maju ke final, seupul nama tersebut kemudian dibacakan. Rani dan dina juga masuk kesepuluh bewsar kemudian rani dan dina saling mengucapkan selamat, dan mereka pulang ke rumah masing-masing. Rani sampai dirumah sampai larut malam, ayahnyapun menunggunya seakan-akan siap menghujani pertanyaan. “assalamualaikum..” rani masuk kerumah karena pintu rumahnya dalam keadaan terbuka. Dan ayahnya telah menunggunya di ruang tamu sejak sore tadi. “walaikumsalam” ayah rani menjawabnya dengamn suara datar. “duduk sini dulu kamu Ran”. “ada apa yah”
“sudah berapa kali ayah tegaskan, kamu jangan ikut menari,”
“tapi kenapa yah”
“saya tidak mau tahu, intinya kamu tidak boleh”
“apabedaanya aku dengan teman-teman, mereka tidak dilarang oleh orang tua nya,” sambil menangis.
“ini lain, kamu tidak akan mengerti nak....”.
“apa yang lain yah...tolong kasih tahu hari ini juga ya...?”
“mulai besuk tidak usah ke sekolah, ayah akan memidahkanmu kle sekolah lain!”
“Ayah...., maksud ayah apa?’
Kemudian ayah rani pergi meninggalkan rani, menuju ke kamnarnya.
****
Dua hari Rani tidak masuk sekolah. Ayahnya telah mengirim surat ke pada sekolah  untuk memindahkan ran i ke sekolah lain. Rani hanya dikarnya saja. Dia masing memikirkan perkataan ayanya, mengenai perbedaan itu. Malam itu ia memikirkan lagi, ia duduk di kursi dan membuka jendela. Malam itu melihat malam yang gelap. Lalu ia berkata lirih.
”Malam, seperti yang engkau tahu saya serdang sendiri. Saya hanya ingin ada yang menemaniku malam ini. Malam, aku ingin bercerita tentang pikiranku. Aku ingin mencurahkan semua isi hatiku. Aku ingin juga bintang mendengarkannya. Tapi aku tidak tahu dari mana aku akan memulainya. Aku pikir ini lebih sulit dari menari.”
Wanita kecil itu, hanya bisaanya menatapi langit, pandanganya menerawang hidupnya kosong melompong, hatinya kalang kabut. Betapa tidak, dibenaknya teman yang selama ini diketahuinya dan hobynya  akan segera berpisah.
”Malam, bukankah sebenarnya aku dan temanku, seperti enghkau dan bingtang, tetap bertemu dalam gelap dan terang.” Ia mengambil nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Rani menutup jendela dan bergegas menuju tempat tidurnya. Walau ia tahu bahwa ia akan sulit menutup matanya malam itu.  
***
Seperti biasa di kursi panjang tempat mereka berkumpul. Terlihat kirana dan dista sedang duduk di sana. Hari itu hari ketiga Rani tidak masuk sekolah. Dista dan Kiran  bertemu untuk mengikuti ekstra.
“sudah tiga hari Rani tidak masuk sekolah, kira-kira kemana ya.” Tanya kirana kepada dista.
Dista menjawab,”kata pak Jono, ayah Rani mengirim surat bahwa Rani akan pindah sekolah.”
“lho kok Rani tidak cerita sama kita ya,” tutur kirana pada dista.
“ya jelas Rani tidak cerita sama kita. Rani kan sudah tiga hari tidak masuk sekolah dan tiga hari itu juga rani tidak ikut latihan” tambah dista
“oh iya ya aku lupa” tanggap kirana kepada dista sambil menggaruk-garuk kepalanya
Dista berpendapat “kita harus buat rani senang sebelum berpisah dengan kita .kita temannya, kita akan menjadi temannya selamanya.”
“bagaimana caranya’’ tanya kirana.
“bagaimana kalau selendang ini kita berikan kepada rani?”tutur dista sambil mengangkat selendangnya.”
“ide yang bagus!”seru kirana. Dista dan kirana akhirnya pulang, kebetulan hari ini heri sabtu.
Minggu pagi, kirana dan dista pergi ke rumah rani. Tetapi dia tidak biasa  bertemu dengan ayahnya rani. Terakhir kali mereka bertemu dengan ayahnya, dia menunjukkan kesan yang tidak menerima kehadiran mereka. Kirana dan dista telah sampai di rumah rani. Belum sampai mereka bertanya ayahnya rani sudah bertanya duluan. “ada apa kemari?” ayah rani bertanya dengan suara datar. Ada perasaan yang tidak enak yang diterima kedua anak itu, ketika mendengar sanbutan ayah rani.”kami ingin bertemu rani om...... apa rani ada di rumah om?”
“kirana berinisiatif bertanya terlebih dahulu, karena dista menoleh ke arahnya.
“ada perlu apa kira-kira?”
“gini lho om, katanya rani akan pindah sekolah. Nah kami Cuma mau mengasih kenang-kenangan kepada rani dan kani ingin mengucapkan kalimat berpisah.”
‘’Tapi,Rani sedang tidak sehat.Rani tidak bisa bertemu dengan kalian.”
“ya sudah om,kalau begitu,kami titip ini saja.Kirana memberikan selendang itu kepada ayahnya Rani.
Ayah Ranipun menerima selendang itu dan menatapnya.Dia tertegun di beranda,hatinyapun berdesir.Malam harinya di kamar, Rani masih termenung,dari belakang pintu kamarnya,terdengar ketukan.Rani hanya terdiam ayahnya membuka pintu dan masuk.Pak Riko menatap anaknya dan memutar kursi rodanya,kemudian mendekati Rani perlahan.dia tak ingin mengusik anak itu.
“Tadi siang teman-temanmu datang kesini.”pak Riko membuka percakapan.setelah beberapa saat dia terdiam di dekat anaknya.Rani menatap wajah ayahnya dengan mata yang berkaca-kaca.”mengapa ayah tidak bilang,bila mereka datang kesini?”
“Mereka memberikan ini.”sambil memberikan selendang berwarna merah itu.”
“ayahhhh......”Rani menerima selendang itu sambil menatapnya terharu.
“ayah tolong sampaikan rasa terima kasihku kepada mereka dan mohon sampaikan permintaan maafku bila bertemu.”mata Rani meneteskan air matanya.
“tentu saja akan ayah sampaikan,tetapi apakah tidak sebaiknya kamu sendiri yang menyampaikan.”
“Maksud ayah...?”Rani menatap wajah ayahnya terkejut.
“Apakah aku boleh menari bersama mereka?”
“besuk pagi kamu final,temui mereke!!”
“Ayahhhh....”air mata Rani menetes tak tertahan.
“terima kasih ayah...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar