Dari teras belakang rumah berbentuk
joglo terlihat sangat rapi, bahan terbuat dari kayu dan genting berwarna merah
menambah indahnya pemandangan rumah tersebut, di atas kursi roda yang sudah
berkarat bahkan rongga rodanyapun sudah tak berangin apalagi busanya sudah
diganti dengan papan kayu yang mulai lapuk, dan dilantai itupun sudah terlihat
jelas bekas serbuk kayu yang dimakan rayab. Di atas kursi roda yg rusak
tersebut terlihat seorang laki-laki yang sudah tidak muda lagi, wajahnyapun
terlihhat banyak lipatan-lipatan tebal. Bahkan mahkota kepalanyapun tidak
berwarna hitam lagi. Dan mahkota kepanya sudah tidak pernah dilewati dan
disinggahi sisir sehingga terlihat tubuh laki-laki itu semakin tidak terawat.
Seorang laki-laki yang sudah tidak muda itu memiliki nama Riko. Riko di atas
kursi roda hanya menerawang melihat perubahan awing yang ada di langit. Dari
awan-awan itu kian memerah dan ditelan kegelapan. Dalam pikirannya termenung
sebuah penantian. Penantian seorang buah hatinya. Menanti buah hatinya yang tak
kunjung pulang mencari bekal dikala senja.
Tok..tok…tok” tersengar suara ketokan
dari pintu depan, kemudian terdengar sahutan salam, “Assalamu’alaikum…ayah aku
pulang.” Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Lalu rani mengulanginya lagi,
“walaikum salam…masuk saja pintu tidak dikunci,” jawab riko dengan keras. Rani
lalu berjalan menghampiri ayahnya yang berada di teras belakang rumah lalu
mencium tangan ayahnya. Ranipun semakin mendekat dan bertanya, “sepertinya ayah
sedang gerah dan kepayahan.” Ayah Nampak tidak sehat. Apakah ayah memerlukan
bantuan randi untuk menghilangkan panas.” Tanya rani kepada ayahnya yang
terlihat sedang kipas-kipas kegerahan. Sekiranya sakit ayah akan ke dokter.
Hanya saja hati ayah sekarang ini merasa rusuh.” Yang penting ayah tidak sakit.
Kata rani dengan tenang. “Nak kenapa kamu baru pulang?” tanya riko dengan suara
datar. Karena rani tadi di sekolah mengikuti ekstra sehingga pulang telat yah.”
Jawab Rani. Ya sudah buruan ganti baju dan makan sudah ada mkanan kesukaanmu di
meja makan. Ranipun menuju ke kamarnya lalu ganti baju kemmudian makan. Setelah
makan Rani membersiakah lantai yang diselimuti debu. Rani sudah apa belum ganti
bajunya, kalau sudah buruan makan, tanya riko dengan keras. Sudah yah sekarang
Rani membersihkan lantai, jawab rani keras. Kalau sudah selesai tolong bantu
ayah untuk masuk ke rumah ya nak.” Perintah riko. Rani kemudian membawa ayahnya
kedalam rumah dan menganjurkan ayahnya untuk segera istirahat. Malam semakin
larut. Di luar terlihat bintang-bintang yang berkerlap-kerlip di langit.
Krik…krik..kri suara jangkri bersaut-sautan, rani lalu merebahkan tubuhnya ke
atas kasur yang sudah tipis untuk menghilangkan rasa lelah dan letihnya.
Pandangannyapun menerawang ke langit-langit kamarnya. Entah apa yang ia pikirkan
hingga kedua katup matanya terpejam.
***
Hari sudah berganti pagi.
Kluti..klutik..klutik..suara rani yang sedang mengaduk teh untuk ayahnya.
Kokokan ayam yang terdengar dan sinar mentari pagi yang menembus celahcelah
rumahnya membuat riko terbangun. Rani…ran..nak
tolong bantu ayah untuk turun dari tempat tidur. Panggil riko kepada rani. Iya
yah tunggu sebentar, jawab rani segera. Setelah pekerjaannya sudah selesai
semua rani segera bergegas berangka kesekolah
tetapi ia tidak lupa berpamitan kepada ayahnya.
Di sekolah rani mengikuti pelajaran
bersama teman-teman sekelasnya. Kring…kring…kring bel berbunyi tiga kali
pertanda waktu istirahat. Semua siswa keluar kelas untuk beristirahat. Ada yang
ke kanthin dan adan yang ke koperasi sekolah untuk membeli jajan. Saat itu juga
rani bertemu…, seperti biasa mereka duduk-duduk di kursi panjang di taman depan
ruang kelas mereka sambil bercerita dan bercanda tawa bersama. Ditengah-tengah
mereka asyik bercerita tiba-tiba mereka terdiam melihat pak Jono sedang
memasang pengumuman di papan pengumuman depan kantor guru. Anak-anakpun
mengerumuni pengumuman yang baru saja dipasang. Kirana bergegas bangkit dari
duduknya dan berjalan kearah pengumuman. Mata sipit kirana menatap kertas yang
terpapang di depannya. Mulutnya bergumam lirih, “pemilihan…duta…wisata.” Bola
mata kira semakin bergerak cepat mencari informasi yang ada sambil tangannya
mengambil seuah pena dan kertas dari dalam sakunya. Lalu menulis semua
informasi yang barusan ia baca. Kemudian kirana kembali kepada rani dan dita
yang dari tadi sudah menunggu. Tanpa kembali ketempat duduknya kirana langsung
bertanya, eh tahu nggak di kabupaten kita akan diadakan pemilihan duta tari…?”
apa yang serius kamu tanya rani terkejut..” lalu kita ikut tidak tanya rani kepada
kirana. Harus ikut dong. Jawab rika dengan yakin. Ini kesempatan yang saya
nantikan. Percuma jika kita ikut ekstra tari tetapi tidak ikut audisi ini, kata
rani. Betul kamu ran aku setuju, kata rika menambahkan. Kita harus
mengkonsultasikan hal ini kepada ibu dini guru tari kita. Setelah pulang
sekolah. Kring…kring…kring…bel masuk berbunyi semua anak segera masuk kelas, guru-guru sudah berjalan menuju
kelas masing-masing untuk memberikan pelajaran berikutnya. Jarum jam pendek
menunjukan angka satu itu artinya jam pelajaran telah usai. Anak-nak berlari
berhamburan keluar kelas. Rani, Kirana, dan dista kemudian menemui guru tari
barunya yang bernama Ibu Dini, untuk mengkonsultasikan engenai lomba tersebut.
“Bu boleh minta waktunya sebentar, tanya
rani kepada ibu Dini yang sedang duduk di kursi kantornya.
“Boleh silakan,” Jawab Ibu Dini bjak..
“kami bertanya tentang pegumunan lomba pemilihan
duta tari?”
Iya nanti sore sekolah kita akan
melakukan seleksi siapa saja yang akan mewakili untuk pemilihan itu. Kalian bertiga ikutkan>\/” tegas ibu Dini.
“pasti dong, iyakan teman-teman kata
dista.
Akhirnya peserta satu persatu telah
diseleksi dan menampilkan kemampuannya masing-masing. Hingga tiba Rani sebagai
peserta terakhir, tiba saatnya pengumuman siapa yang lolos kemudian mewakili
sekolah untuk kebabak penyisihan di kecamatn. Erlihat bu Dini yang sedang duduk
di kursinya sedang membuka-buka hasil penilaiannya. Anak-anak berkerumunan
sambil meduga siapa saja yang akan lolos. Hemmm …Rani menghelan nafas yang panjang.
Hatinya berdebar-debar. “semoga kita lolos ya.” Kata Rani kepada dista dan
kirana. “iya semoga kita lolos.” Balas
Kirana dengan berharap. Bu Dini terlihat mulai merapikan kertas yang ada
di mejanya. Tak lama kemudia beliau bangkit dari duduknya dan berjalan
menghampiri kerumunan para peserta. “mohon perhatianya anak-anak ibu akan
membacakan hasilnya”. Kata bu Dini sambil menatap kearah anak-anak sambil
menunjukkan kerjas yang bawa di tangan kanannya. Anak-anak yang awalnya ramai
terdiam. Semua pandangan mata tertuju kea rah bu Dini. “Rani dan wati bu yang
lolos” terdengar celetukan dari beberapa peserta bu Dini mulai membacakan nama
peserta yang lolos dista…kirana dan…….hati anak anak berdebar-debar setelah
tiga nama telah disebutkan bu dini. Rani yang sangat berharap kepalanya tertunduk
karena di awal tadi namanya tidak
disebutkan. Dan satu nama terakhir yang memiliki nilai tertinggi adalah…... Bu
Dini sengaja membuat penasaran anak-anak, “Ranniiiiiiii”. Rani yang semula
kepalanya tertunduk kemudian, kepalanya terangkat dan matanya berkaca-kaca.
Anak-anak yang lain kemudian mengucapkan selamata kepada ke empat anak
tersebut. Sebelum meninggalan ruangan bu Dini menyarakan kepada rani, dista dan
kirana agar giat berlatih untuk babak penyisihan yang aan dilaksanakan dua hari
lagi.
***
Seperti biasa pak Riko hanya duduk-duduk
diteras belakang rumahnya. Rani masuk kerumah dan mendekat kepada ayahnya
setelah ayahnya mengijinkan ia masuk. “Ayah
maaf hari ini pulang sore karena mengikuti seleksi. Seleksi apa Ran…?”. Tanya
ayahnya dengan penasaran. Seleksi Tari yah…” Apa Tarii…..ayah rani terkejut
saat mendengarnya….telinganya memerah dan seakan menycairkan luka yang tependam
dan telah membatu selama ini. Memangnya kenapa yah kok sepertinya ayah terkejut
mendengarbya. Tidak ayah hanya tidak suka ikut tari.
“kenapa?”
“pokoknya ayah tidak suka kamu menari,
ayah menyekolahkanmu untuk belajar..bukan menjadi penari!”. Ayah rani masuk ke
dalam tanpa meminta bantuan anaknyya, seakan menunjukan kekesalan. Di wajahnya
Nampak jelas kekecewaan yang selama ini terpendam kini muncul kembali. Rani
meninggalkan teras belakang dengan rasa
ingin tahunya yang belum terjawab. Waktu telah jauh meninggalkan siang malampun
semakin larut. Pak Riko tampak tertidu pulas, tapi hal itu tidak untuk Rani.
Pandangnyapun tertuju keluar seperti masih ada sesuatu yang mengganjal di
pikirannya. Entah apa itu. Mulutnya menggumam tpis kenapa ayah tidak suka aku
menari tanganyapun mengarah kejendela lalu menutup jendela itu. Ia kemudian
tidur
***
Hari ini pertama kali rani latihan untuk
persiapan lomba. Namun pikiranya masih kacau, saat latihan Rani Nampak tidak
serius, tatapanya kosong. Padahal saat latihan sebelumnya ia yang paling
menonjol diantara teman-temanya. Hal itu membuat dista dan kirana
bertanya-tanya. Seusai latihan mereka menghapiri rani dan bertanya,
“Ran kenapa kau tak seperti biasanya,”
tanya rina denga nada bertanya.
“Iya rani sepertinya kamu punya mmasalah, cerita ong
siapa tahu kami bias membantu” Tambah dista.
“mungkin aku tidak akan ikut lomba ini”
tutur Rani sedih.
“kenapa Ran, bukanya kamu yang paling
menginginkan saat seperti ini,” tanya dista kembal.
“ayah…”.
“ada apa Ran dengan ayahmu, apakah
beliau sakit?”
“tidak…”
Lalu kenapa, ran..”
“kalian pasti tidak akan mengerti.”
Jawab Rani bimbang.
“mengerti apa?”
“ayahku tidak setuju kalau aku ikut
tari…”
Memang kenapa ran?”
Hal itulah yang menggangu pikiranku
hingga au seperti ini.”
Setelah bertemu pertigaan mereka
berpisah, sehingga rani mengakhiri ceritanya.
Rani pulang sendirian, sedangkan Rina,
kirana dan dista pulang bersamaa, karena jarur yang ia lalui searah. Dalam
perjalanannya mereka membicarakan masalah yang dialami rani. Merka berfkir
masalah itu harus di konsulasikan kepada bu Dini.
***
Hari ini adal hari dimana rani, dista,
dan kirana harus mengikuti babak penyisihan. Sebelum tampil mereka menceritakan
semuanya ke Bu dini. Bu din segera memanggil rani, dan memberikan sarah agar
dia tetep iku dalam tahap penysihan besuk. Sejak itu juga semangat dan
senyumyang dulu hilang kini ekmbali. Di SMP nawangan adalah tempat dimana babak
penyishan. Rani, dista, dan kirana didampingioleh bu Dini. Saat pendaftaran
nomor undian diacak sehingga nomor mereka tidak berurutan. “tiga belas…ini
nomor yang paling aku suka.” Kata rani kegirangan sambil menunjukan nomor
undiannya. Dari arah belakang terdngan panitia sedang memang sua peserta
siap-siap untuk tampil. Semua peserta telah menunjukan kemampuanya. Mereka
berempat takut bila gurgur dibabak ini. “Rina widayati nomor undia 10…,”
panitia memanggil, rinapun bergegas menampilkan kebolehannya. Rani sedang
melihat rina yang sednag meliukan tubuhnya. Ia tersenyum dan mengangkat jempot
kea rah rina. Sedangkan bu Dini tersenyum seakan mengungkapakan bahwa gerakan
rina bagus. Semua peserta telah tampil termasuk Rani, semua peserta
beristirahat sambil menggu keputusan dewan juri. Para jri berkumpul membahas
siapa-siapa saja peserta yang lolos ke semi final ditingkat kabupaten. Para
juri terlihat kesulitan, karena penampilan semua peserta terlihat bagus. Tiba
saatnya membacakan hasil penialaian, semua peserta diharapakan untuk berkumpul.
Pak doni akan membacarakan dua nama yang akan meaju kebabak selanjutnya. Dua nama yang memperoleh hasil tertinggi
adalah…..Rani dan Dista. Sebagai wakil SMP N 3 bandar rani dan Dista maju,
semua peserta memberikan selamat kepada mereka berdua. Termasuk bu dini sebagai
pembimbingnya.
***
Dua hari kemudian Rani dan Dista berapa
di SMP N 1 pacitan yang ditunjuk sebagai tempat pelaksanaan babak semi final. Berhunbung
sdh daftar ulang dan mereka belum sarapan, merkapun diajak bu Dini ke kanthin.
Di kantin sudah banyak dari peserta lain yang telah terlebih dahulu dating.
“Hai…nama kamu siapa, dan perwaklan mana?”
Tanya Rani kepada salah satu peserta
yang dduduk disebelahnya. Aku dina dari smp nawangan, balasnya.
Kalau kamu ?” Rani saaya perwakilan dari SMPN 3 Bandar. Wah kamu kelihatannya sudah siap ya? Belum terlalu siap
kalau kamu, aku juga terlalu siap.
****
Terdengar panitia sedang
memanggil peserta, Rani, Rina, dan Dina lalu bergegas menju sumber suara semua
peserta kemudian berkumpul dan bersiap-siap untuk taampil “ Dina dari SMP
nawangan kemudian dina maju. Sambil berjalan untuk mempersiapkan diri,
kemudioan Rani maju setelah tiba gilirannya, kemudian rani maju lalu ia mulai
menari. Suara tepuk tangan yang sangat meriahpun terdengar menunjuk bahwa,
penampilannya sangat bagus. Semua peserta teklah menampilkan kemampuannya masing-masing tak terkecuali dengan Rina,
karena penilaiannya dengan alam yang
modern maka panitia dengan mudah dan cepat mengetahui perolehan nilai,
dari yang tertinggi sampai denga yan g t ertndah. Sedangkan nama-nama yang
masuk ke sepuluh besar akan maju ke final, seupul nama tersebut kemudian
dibacakan. Rani dan dina juga masuk kesepuluh bewsar kemudian rani dan dina
saling mengucapkan selamat, dan mereka pulang ke rumah masing-masing. Rani
sampai dirumah sampai larut malam, ayahnyapun menunggunya seakan-akan siap
menghujani pertanyaan. “assalamualaikum..” rani masuk kerumah karena pintu rumahnya
dalam keadaan terbuka. Dan ayahnya telah menunggunya di ruang tamu sejak sore
tadi. “walaikumsalam” ayah rani menjawabnya dengamn suara datar. “duduk sini
dulu kamu Ran”. “ada apa yah”
“sudah berapa kali ayah
tegaskan, kamu jangan ikut menari,”
“tapi kenapa yah”
“saya tidak mau tahu,
intinya kamu tidak boleh”
“apabedaanya aku dengan
teman-teman, mereka tidak dilarang oleh orang tua nya,” sambil menangis.
“ini lain, kamu tidak
akan mengerti nak....”.
“apa yang lain
yah...tolong kasih tahu hari ini juga ya...?”
“mulai besuk tidak usah
ke sekolah, ayah akan memidahkanmu kle sekolah lain!”
“Ayah...., maksud ayah
apa?’
Kemudian ayah rani pergi
meninggalkan rani, menuju ke kamnarnya.
****
Dua hari Rani tidak
masuk sekolah. Ayahnya telah mengirim surat ke pada sekolah untuk memindahkan ran i ke sekolah lain. Rani
hanya dikarnya saja. Dia masing memikirkan perkataan ayanya, mengenai perbedaan
itu. Malam itu ia memikirkan lagi, ia duduk di kursi dan membuka jendela. Malam
itu melihat malam yang gelap. Lalu ia berkata lirih.
”Malam, seperti yang engkau tahu saya serdang sendiri.
Saya hanya ingin ada yang menemaniku malam ini. Malam, aku ingin bercerita tentang pikiranku. Aku ingin mencurahkan semua isi hatiku. Aku ingin juga bintang mendengarkannya. Tapi aku tidak
tahu dari mana aku akan memulainya. Aku pikir ini lebih
sulit dari menari.”
Wanita kecil itu, hanya bisaanya menatapi langit, pandanganya menerawang
hidupnya kosong melompong, hatinya
kalang kabut. Betapa tidak, dibenaknya teman yang selama ini diketahuinya dan hobynya akan segera berpisah.
”Malam, bukankah sebenarnya
aku dan temanku, seperti enghkau dan bingtang, tetap bertemu dalam gelap dan
terang.” Ia
mengambil nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Rani menutup jendela dan
bergegas menuju tempat tidurnya. Walau ia tahu bahwa ia akan sulit menutup
matanya malam itu.
***
Seperti biasa di kursi panjang tempat mereka berkumpul.
Terlihat kirana dan dista sedang duduk di sana. Hari itu hari ketiga Rani tidak
masuk sekolah. Dista dan Kiran bertemu
untuk mengikuti ekstra.
“sudah tiga hari Rani tidak masuk sekolah, kira-kira
kemana ya.” Tanya kirana kepada dista.
Dista menjawab,”kata pak Jono, ayah Rani mengirim surat
bahwa Rani akan pindah sekolah.”
“lho kok Rani tidak cerita sama kita ya,” tutur kirana
pada dista.
“ya jelas Rani tidak cerita sama kita. Rani kan sudah
tiga hari tidak masuk sekolah dan tiga hari itu juga rani tidak ikut latihan”
tambah dista
“oh iya ya aku lupa” tanggap kirana kepada dista sambil
menggaruk-garuk kepalanya
Dista berpendapat “kita harus buat rani senang sebelum
berpisah dengan kita .kita temannya, kita akan menjadi temannya selamanya.”
“bagaimana caranya’’ tanya kirana.
“bagaimana kalau selendang ini kita berikan kepada rani?”tutur
dista sambil mengangkat selendangnya.”
“ide yang bagus!”seru kirana. Dista dan kirana akhirnya
pulang, kebetulan hari ini heri sabtu.
Minggu pagi, kirana dan dista pergi ke rumah rani. Tetapi
dia tidak biasa bertemu dengan ayahnya
rani. Terakhir kali mereka bertemu dengan ayahnya, dia menunjukkan kesan yang
tidak menerima kehadiran mereka. Kirana dan dista telah sampai di rumah rani.
Belum sampai mereka bertanya ayahnya rani sudah bertanya duluan. “ada apa
kemari?” ayah rani bertanya dengan suara datar. Ada perasaan yang tidak enak
yang diterima kedua anak itu, ketika mendengar sanbutan ayah rani.”kami ingin
bertemu rani om...... apa rani ada di rumah om?”
“kirana berinisiatif bertanya terlebih dahulu, karena
dista menoleh ke arahnya.
“ada perlu apa kira-kira?”
“gini lho om, katanya rani akan pindah sekolah. Nah kami
Cuma mau mengasih kenang-kenangan kepada rani dan kani ingin mengucapkan
kalimat berpisah.”
‘’Tapi,Rani sedang tidak sehat.Rani tidak bisa bertemu
dengan kalian.”
“ya sudah om,kalau begitu,kami titip ini saja.Kirana
memberikan selendang itu kepada ayahnya Rani.
Ayah Ranipun menerima selendang itu dan menatapnya.Dia
tertegun di beranda,hatinyapun berdesir.Malam harinya di kamar, Rani masih
termenung,dari belakang pintu kamarnya,terdengar ketukan.Rani hanya terdiam
ayahnya membuka pintu dan masuk.Pak Riko menatap anaknya dan memutar kursi
rodanya,kemudian mendekati Rani perlahan.dia tak ingin mengusik anak itu.
“Tadi siang teman-temanmu datang kesini.”pak Riko membuka
percakapan.setelah beberapa saat dia terdiam di dekat anaknya.Rani menatap
wajah ayahnya dengan mata yang berkaca-kaca.”mengapa ayah tidak bilang,bila
mereka datang kesini?”
“Mereka memberikan ini.”sambil memberikan selendang
berwarna merah itu.”
“ayahhhh......”Rani menerima selendang itu sambil
menatapnya terharu.
“ayah tolong sampaikan rasa terima kasihku kepada mereka
dan mohon sampaikan permintaan maafku bila bertemu.”mata Rani meneteskan air
matanya.
“tentu saja akan ayah sampaikan,tetapi apakah tidak
sebaiknya kamu sendiri yang menyampaikan.”
“Maksud ayah...?”Rani menatap wajah ayahnya terkejut.
“Apakah aku boleh menari bersama mereka?”
“besuk pagi kamu final,temui mereke!!”
“Ayahhhh....”air mata Rani menetes tak tertahan.
“terima kasih ayah...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar