A. Jigsaw
1. Pengertian
Model pembelajaran Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan para koleganya (1978) sebagai metode Cooperative Learning. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Dalam model ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Model ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Model ini paling cocok digunakan dalam pelajaran-pelajaran semacam kajian-kajian sosial, sastra, beberapa bagian ilmu pengetahuan (sains), dan berbagai bidang terkait yang tujuan pembelajarannya adalah pemerolehan konsep bukan ketrampilan. “Bahan mentah” pengajaran untuk Jigsaw biasanya berupa materi yang berisi cerita, biografi, atau narasi yang serupa atau materi deskriptif.
Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kunci bagi keberhasilan model Jigsaw adalah kesalingtergantungan: setiap siswa tergantung pada teman-teman dalam tim untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk mendapatkan penilaian yang baik atas pekerjaan mereka.
2. Langkah-Langkah dalam Penerapan Jigsaw
a. Pembentukan kelompok Jigsaw
Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Siswa diberi bab-bab atau unit-unit lain untuk dibaca, dan diberi “expert sheets” (lembar pakar) yang berisi topik-topik yang berbeda bagi masing-masing anggota tim untuk dijadikan fokus ketika membaca.
b. Diskusi Kelas Pakar
Para siswa yang memiliki topik-topik pakar yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok pakar. Semua anak yang mendapatkan topik pakar 1 berkumpul bersama pada satu bangku, semua siswa yang mendapatkan topik pakar 2 berkumpul pada bangku yang lain, dan seterusnya. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.
Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
c. Laporan Kelompok
Para pakar kembali kepada tim-tim mereka untuk mengajarkan topik-topik tersebut kepada teman-teman dalam tim mereka (kelompok jigsaw/ kelompok asal) secara bergiliran. Guru memberi penekanan kepada para siswa bahwa mereka harus bertanggungjawab kepada teman-teman dalam tim mereka untuk menjadi guru yang baik sekaligus sabagai pendengar yang baik.
d. Presentasi
Selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
e. Tes/Kuis
Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual, kemudian lakukan pencocokan jawaban dengan cara anak-anak menukarkan kuis dengan para anggota tim-tim yang lain untuk scoring, atau kumpulkan kuis-kuis tersebut untuk dinilai oleh guru. Jika siswa melakukan scoring, suruhlah pemeriksa (checker) menuliskan nama mereka di bagian bawah kuis yang mereka periksa. Setelah kelas selesai lakukan pemeriksaan di tempat (spot-check) terhadap beberapa kuis untuk memastikan bahwa para siswa telah melakukan pekerjaan pengecekan dengan baik.
f. Penghargaan Kelompok
Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. Di samping itu, sebagaimana dalam STAD, sertifikat, papan bulletin, dan/ atau berbagai penghargaan lain diberikan sebagai penghargaan terhadap kelompok-kelompok yang sukses.
Dengan demikian, siswa termotivasi untuk mengkaji materi tersebut dengan baik dan bekerja keras dalam kelompok-kelompok pakar sehingga mereka dapat membantu tim mereka bekerja dengan baik.
B. Investigasi Kelompok (Group Investigasi)
1. Pengertian
Model pembelajaran Investigasi Kelompok ini berasal dari tulisan-tulisan filsafat, etika, dan psikologi sejak tahun-tahun pertama abad ini. Perintisnya adalah John Dewey. Dewey memandang bahwa kerja sama dalam kelas sebagai prasyarat untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan yang kompleks dalam demokrasi. interaksi koooperatif dan komunikasi di antara teman-teman kelas dapat dicapai palong efektif dalam kelompokm kecil, di mana pergaulan antara teman-teman sebaya dapat dipertahanka. aspek sosial-afektif kelompok, pertukaran intelektualnya, dan makna pokok pembelajaran itu merupakan sumber utama bagi usaha-usaha siswa belajar.
Keberhasilan pelaksanaan Investigasi Kelompok sangat bergantung denagn latihan-latihan berkomunikasi dan berbagai keterampilan sosial lain yang dilakukan sebelumnya. Tahap ini mwrupakan peletakan dasar (layiong the grounwork) bagi pembentukan kelompok (team building). Investigasi Kelompok ini sanagt cocok untuk kajian-kajian yang bersifat terpadu yang berkaitan dengan pemerolehan, analisis, dan sintesis informasi untuk menyelesaikan masalah-masalah multi-dimensi.
Secara umum guru menetapkan topik yang luas, kemudian dipecah-pecah oleh siswa menjadi beberapa subtopik. subtopik-subtopik ini merupakan hasil pertumbuhan dari berbagai latar belakang dan minat siswa, sekaligus sebagai pertukaran berbagai gagasan di antara para siswa. sebagai bagian dari investigasi, para siswa menacari dan menemukan informasi dari berbagai macam sumber di dalam dan di luar kelas. sumber–sumber semacam ini memberikan banyak sekali gagasan, opini, data, solusi, atau posisi tentang persoalan yang sedang dikaji. kemudian para siswa mengevaluasi dan mensintesiskan semua informasi yang disampaikan oleh masing-masing anggota kelompok dan akhirnya dpat menghasilkan produk berupa laporan kelompok.
Siswa perlu melakukan perencanaan koopratif terhadap bahasan yang akan mereka lakukan. hal ini sangat penting bagi Investigasi Kelompok. para anggota kelompok berpartisipasi dalam merencanakan berbagai dimensi dan persyaratan yang menjadi pokok bahasan kelompok. Secara bersama-sama siswa menentukan apa yang akan dikerjakan agar dapat memecahkan persoalan yang dihadapi, sumber mana yang diperlukan, siapa yang melakukan, dan bagaimana siswa akan menyajikannya di depan kelas. Biasanya ada pembagian ketja dalam kelompok yang dapat menigkatkan saling ketergantunagbnn positif di antara para anggota.
Dalam Investigasi Kelompok, guru berfungsi sebagai nara sumber dan fasilitator. Guru berkeliling di antara kelompok-kelompok untu melihat apakah kelompok-kelompok itu melakukan pekerjaannya dan menvcari jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi dalam interaksi kelompok serta tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.
Guru harus meberikan contoh (memodelkan) berbagai keterampilan sosial dan komunikasi yang diharapkan dari siswa. Dalam diskusi-diskusi semacam ini guru memodelkan berbagai macam keterampilan : mendengarkan, menguraikan dengan kata-kata sendiri (memparafrasekan), memberikan reaksi tanpa menghakimi, mendorong partisipasi, dan sebagainya.
2. Karakteristik Model Investigasi Kelompok
Ada empat karakteristik pada model ini
a. Kelas dibagi menjadi ke dalam sejumlah kelompok (grup)
b. Kelompok siswa dihadapkan pada topik dengan berbagai aspek untuk meningkatkan daya kuriositas (keingintahuan) dan saling ketergantungan yang positif di antara mereka.
c. Di dalam kelompoknya siswa terlibat dalam komunikasi aktif untuk meningkatkan keterampilan cara belajar.
d. Guru bertindak selaku sumber belajar dan pimpinan tidak langsung, memberikan arah dan klarifikasi hanya jika diperlukan, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
3. Tahap-tahap Pelaksanaan
Tahap 1: Mengidentifikasikan topik dan mengorganisasikan ke dalam masing-masing kelompok kerja
a. Siswa membaca cepat berbagai sumber, mengajukan topik, dan mengkatagorisasikan saran-saran.
b. Siswa bergabung dalam kelompok yang sedang mempelajari topik yang mereka pilih.
c. Komposisi: kelompok didasarkan pada minat dan bersifat heterogen.
d. Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi organisasi.
Tahap 2: Merencanakan investigasi dalam kelompok
Siswa membuat perencanaan bersama:Apa yang akan dikaji? Bagaimana mengkajinya? Siapa yang melakukannya ? (pembagian kerja) dan apa maksud menyelidiki topik tersebut.
Tahap 3: Melaksanakan Investigasi Kelompok
a. Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data-data, dan mencapai kesimpulan.
b. Masing-masing kelompok berkontribusi terhadap usaha kelompok.
c. Siswa saling menukarkan, emndiskusiakn, emnjelaskan, dan mensintesiskan gagasan-gagasan.
Tahap 4 :Mempersiapkan laporan akhir
a. Para anggota kelompok menentukan hal-hal yang sangat penting dari pesan pembelajaran yang telah dipelajari.
b. Para anggota kelompok merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasi.
c. Para wakil kelompok membentuk steering committee untuk mengkoordinasi rencana-rencana untuk presentasi.
Tahap 5: Menyajikan laporan akhir
a. Presentasi dilakukan terhadap seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b. Bagian presentasi harus melibatkan khalayak (audience) secara aktif.
c. Khalayak mengevaluasi penjelasan dan daya tarik presentasi amnurut kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh kelas.
Tahap 6: Evaluasi
a. Siswa saling tukar umpan balik tentang topik, tentang pekerjaan ayng mereka kerjakan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektif siswa.
b. Guru dan peserta didik berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c. Asesmen terhadap pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran yang lebih tinggi.
C. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
1. Pengertian
Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) adalah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa di mana siswa mengelaborasikan pemecahan masalah dengan pengalaman sehari-hari (en.wikipedia.org). Arends (dalam Wardhani (2006:5)) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang bertujuan merangsang terjadinya proses berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah.
2. Ciri-ciri PBM
Menurut Krajcik et.al, dan Slavin et.al, dalam Wardhani (2006: 8), ciri-ciri khusus dari PBM adalah sebagai berikut.
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pertanyaan dan masalah yang diajukan pada awal kegiatan pembelajaran adalah yang secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Masalah yang diangkat hendaknya dipilih yang benar-benar nyata sehingga dalam pemecahannya siswa dapat meninjaunya dari banyak mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik
Penyelidikan autentik, berarti siswa dituntut untuk menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Metode yang digunakan tergantung pada masalah yang dipelajari.
d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya
Siswa dituntut untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak. Artefak yang dihasilkan antara lain dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video, program komputer. Siswa juga dituntut untuk menjelaskan bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. Penjelasan antara lain dapat dilakukan dengan presentasi, simulasi, peragaan.
3. Tahap-tahap PBM
Sebagai model pembelajaran, Arends dalam Wardhani (2006:7) mengemukakan ada lima tahap pembelajaran pada PBM. Lima tahap ini sering dinamai tahap interaktif, yang sering juga sering disebut sintaks dari PBM. Lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap tahapan pembelajaran tergantung pada jangkauan masalah yang diselesaikan.
Tahap Kegiatan Tingkah laku guru
1. Orientasi siswa pada situasi
Masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang
dibutuhkan untuk menyelesaiakan tugas, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
2. Mengorganisasi siswa untuk relajar Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun
Kelompok Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pelaksanaan tugas, misalnya berupa laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka tempuh atau gunakan
Menurut Fogarty, dalam Satyasa (2008: 5-7) proses pembelajaran dengan pendekatan PBM dijalankan dengan 8 langkah, seperti berikut:
a. Menemukan masalah.
Siswa diberikan masalah yang tidak terdefinisikan secara jelas (ill-defined) yang diangkat dari konteks kehidupan sehari-hari. Pernyataan permasalahan diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang pendek dan memberikan sedikit fakta-fakta di seputar konteks permasalahan. Pernyataan permasalahan diupayakan memberikan peluang pada siswa untuk melakukan penyelidikan. Siswa menggunakan kecerdasan inter dan intra-personal untuk saling memahami dan saling berbagi pengetahuan antar anggota kelompok terkait dengan permasalahan yang dikaji.
b. Mendefinisikan masalah
Siswa mendefinisikan masalah menggunakan kalimatnya sendiri. Permasalahan dinyatakan dengan parameter yang jelas. Siswa membuat beberapa definisi sebagai informasi awal yang perlu disediakan. Pada langkah ini, siswa melibatkankecerdasan intra-personal dan kemampuan awal yang dimiliki dalam memahami dan mendefinisikan masalah.
c. Mengumpulkan fakta-fakta.
Siswa membuka kembali pengalaman yang sudah diperolehnya dan pengetahuan awal untuk mengumpulkan fakta-fakta. Siswa melibatkan kecerdasan majemukyang dimiliki untuk mencari informasi yang berhubungan dengan permasalahan. Pada tahap ini, siswa mengorganisasikan informasi-informasi dengan menggunakan istilah “apa yang diketahui (know)”, “apa yang dibutuhkan (need to know)”, dan “apa yang dilakukan (need to do)” untuk menganalisis permasalahan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan.
d. Menyusun dugaan sementara
Siswa menyusun jawaban-jawaban sementara terhadap permasalahan dengan melibatkan kecerdasan logic-mathematical. Siswa juga melibatkan kecerdasan interpersonal yang dimilikinya untuk mengungkapkan apa yang dipikirkannya, membuat hubungan-hubungan, jawaban dugaannya, dan penalaran mereka dengan langkah-langkah yang logis.
e. Menyelidiki
Siswa melakukan penyelidikan terhadap data-data dan informasi yang diperolehnya berorientasi pada permasalahan. Siswa melibatkan kecerdasan majemuk yang dimilikinya dalam memahami dan memaknai informasi dan fakta-fakta yang ditemukannya. Guru membuat struktur belajar yang memungkinkan siswa dapat menggunakan berbagai cara untuk mengetahui dan memahami (multiple ways of knowing and understanding) dunia mereka.
f. Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan
Siswa menyempurnakan kembali perumusan masalah dengan merefleksikannya melalui gambaran nyata yang mereka pahami. Siswa melibatkan kecerdasan verbal-linguistic memperbaiki pernyataan rumusan masalah sedapat mungkin menggunakan kata yang lebih tepat. Perumusan ulang permasalahan lebih memfokuskan penyelidikan, dan menunjukkan secara jelas fakta-fakta dan informasi yang perlu dicari, serta memberikan tujuan yang jelas dalam menganalisis data.
g. Menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif
Siswa berkolaborasi mendiskusikan data dan informasi yang relevan dengan permasalahan. Setiap anggota kelompok secara kolaboratif mulai bergelut untuk mendiskusikan permasalahan dari berbagai sudut pandang. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berada pada tahap menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan yang dihasilkan dengan berkolaborasi. Kolaborasi menjadi mediasi untuk menghimpun sejumlah alternatif pemecahan masalah yang menghasilkan alternatif yang lebih baik ketimbang dilakukan secara individual.
h. Menguji solusi permasalahan
Siswa menguji alternatif pemecahan yang sesuai dengan permasalahan aktual melalui diskusi secara komprehensif antar anggota kelompok untuk memperoleh hasil pemecahan terbaik. Siswa menggunakan kecerdasan majemuk untuk menguji alternatif pemecahan masalah dengan membuat sketsa, menulis, debat, membuat plot untuk mengungkapkan ide-ide yang dimilikinya dalam menguji alternatif pemecahan.
Kesimpulan
Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model Investigasi Kelompok sering dipandang sebagai model yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Model ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills).
Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) adalah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa di mana siswa mengelaborasikan pemecahan masalah dengan pengalaman sehari-hari (en.wikipedia.org). Arends (dalam Wardhani (2006:5)) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang bertujuan merangsang terjadinya proses berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar