Para Pelaku: A Lung
A Liong
Amir
Yono
Jemy
ADEGAN 1
Cerita diawali dari sebuah beranda
belakang sebuah rumah bergaya arsitektur Tiongkok, rumah milik keluarga A Liong.
A liong adalah seorang pengusaha makanan yang cukup terpandang di kota
Semarang. Sembari menikmati teh dan kue, A Liong bercakap-cakap dengan A Lung,
anak laki-laki semata wayangnya.
A Liong :
Senja ini tak seperti biasa. Angin terlalu cepat berlalu, surya menapak cukup lama dari
siang tadi. (A Liong mengambil secangkir teh lalu meminumnya). Hah…, sungguh
musim yg sangat kering.
A Lung :
(sambil menatap ayahnya) Sepertinya ayah
sangat gerah dan kepayahan sekali. Ayah nampak tidak sehat. Apakah saya bisa membantu
ayah menghilangkan panas?
A liong :
Sekiranya sakit, ayah akan ke rumah dokter. Ayah tidak merasa sakit. Tapi
memang hati ayah merasa rusuh. Ada saja hal yang membuat duduk ayah tak nyaman,
apalagi bila sudah menyangkut Abdullah, tetangga kita itu.
A Lung :
Mereka keluarga yang baik kan, yah ? Saya sering melihat mereka membantu
tetangga, memberikan beras, roti, gula, bahkan saya pernah melihat mereka
memberikan pakaian pada tetangga. Abah Abdullah itu juga punya seorang cucu
laki-laki seusia saya, namanya Amir. Dia juga anak yg baik. Sopan dan tidak
pernah mengganggu teman-teman.
A Liong :
Tapi itu menurut kamu. Menurut ayah mereka itu hanya keluarga yang sombong.
Suka pamer harta. Buat apa toh mereka harus membagi-bagikan makanan, kalo bukan
hanya untuk
pamer. Mana ada orang yg sudah susah payah membanting tulang untuk mendapatkan kekayaan, eh..malah dibagi-bagi.
Ayah tidak akan suka kalo melihat kamu
dekat dengan keluarga itu. Ayah tidak ingin kamu tertular sombong mereka.
Lagipula kita ini berbeda dari mereka.
A Lung :
(sambil seolah bergumam) Kita berbeda? Apakah maksud ayah bahwa kita ini
berbeda dari mereka?
A
Liong : Yang terpenting kamu
mendengarkan pesan ayah ini. Kamu belum akan mengerti seandainyapun ayah
menjelaskan tentang semua itu. Suatu hari nanti kamu juga akan menyadarinya.
A Lung :
Tapi ayah…, A Lung mengetahuinya sekarang. A lung ingin tahu mengapa kita tidak
sama dengan mereka.
A
Liong : Sudahlah A Lung (sambil
beanjak dari kursi).
A
Lung : Ayah…, A
Lung ingin mengetahuinya sekarang. A Lung ingin ayah menjawabnya.
A Liong :
Coba lihat kecermin (sambil menunjuk ke arah cermin), berdirilah di depan
cermin itu, kemudian kamu lihat
baik-baik dirimu. Kamu pasti akan menemukan perbedaan itu.
( A
Liong meninggalkan beranda belakang, meninggalkan anaknya. A Lung tampak
penasaran sekali dengan perkataan ayahnya. Dia berdiri di depan cermin itu,
memandang dengan teliti dirinya didepan cermin)
ADEGAN
2
(Keesokan
harinya, A Lung dan teman-temannya yaitu Amir, Yono dan Jamal bertemu di sebuah
pohon akasia yang besar, di pinggir lapangan sepakbola. Mereka berencana
membuat laying-layang sendiri)
Amir : Yon, apa yang kamu bawa itu?
Tampaknya kamu repot sekali dengan barang bawaanmu itu. Jangan-jangan kamu bawa bekal
untuk berkemah segala.
Jemy :
Dia malah kelihatan seperti penjual layangan betul. Lihat tampangnya, sudah pantaslah
dia begitu. Ah, Yono, kita ini cuma buat dua layangan. Tak usahlah kau berlagak
kita seperti pembuat layangan betulan.
Yono : Ndak, anu…ini cuma buat jaga-jaga
saja, kalo-kalo nanti ada yang tidak jadi atau mungkin rusak. Kita kan bisa membuatnya lagi.
Iya tho?
Amir : Jaga-jaga? Memangnya kita
satpam. Ha…ha…ha… ada saja kamu itu Yon.
Jemy : Ya sudah, sudah! Kita tak usah
persoalkan lagi masalah Yono. Kau, Lung(sambil memberikan gunting pada A Lung). Kau
potong kertas ini, buat yang bagus. Jangan robek-robek.
Dan kau, Mir, kau potong tali. Aku dan Yono buat kerangka dari bambu ini. Nanti kita lem bersama-sama.
Amir : Wah, kamu curang Jem. Aku dan
A Lung dapat kerjaan yang susah sementara kamu dan Yono dapat yang mudah.
Jemy :
Tentu saja kau dapat bagian itu, aku ini menghargai setiap kemampuan orang,
jadi sudah pantas kau mendapat bagian itu. Kau kan pandai merangkai tali,
sementara A Lung terampil dalam merangkai kertas. Kalau Yono, diberi tugas
apapun dia mau. Kalau Aku (sambil
menunjuk dadanya) ditakdirkan jadi pemimpin, jadi aku akan mengatur kalian
nanti.
Yono : Iya, pak bos.
Amir : Hei, Lung, mengapa kamu diam
dari tadi. Apa kamu tak diberi uang jajan bapakmu?
Yono : Iya Lung, ada apa? Kok dari
tadi aku lihat kamu itu diam terus. Apa ada masalah dengan kamu.
Mbok ya cerita, mungkin saja kita bisa bantu.
A Lung :
Tidak ada apa-apa kok. Oh iya, apa kalian waktu ingin kesini tadi bilang dulu dengan
orang tua kalian.
Jemy : Iyalah, ayahku bisa marah
besar kalo aku tak bilang. Yang penting sudah bilang kan.
Yono : Kalo aku sudah dari kemarin
bilang bapak.
Amir : Aku tadi pagi sudah bilang
juga kalau mau bermain di lapangan bersama kalian. Memangnya kamu
belum bilang bapak kamu kalau mau main di lapangan?
A
Lung : Aku belum
sempat bilang, karena bapak harus ke toko pagi-pagi. Kalian tidak akan dimarahi
ayah kalian jika kalian tidak ijin dulu jika bermain?
Yono :
Kalau ayahku tidak apa-apa Lung. Bapak malah senang kalau aku main, soalnya kalau
di rumah aku malah sering nonton tv, kata bapak pemborosan. Bayar listriknya
jadi mahal.
A
Lung : Apakah ayah kalian juga tidak pernah
mengatakan jika kita ini berbeda?
(Sejenak A Lung,
Amir, Yono dan Jemy terdiam. Mereka saling pandang)
Yono : Memangnya kita ini beda?
Amir : Kita ini Cuma anak SD yang
sedang bermain kan?
A
Lung : Apakah
kalian juga tidak pernah diminta oleh ayah kalian untuk melihat diri kalian di
dalam cermin?
Jemy : Untuk apa kau melakukan itu?
A
Lung : Aku sendiri
belum tahu maksud ayah, tapi kata ayah bila besar nanti aku akan menyadarinya.
Amir : Bukankah kita memang sama,
kita mempunyai mata, hidung, telinga, tangan, kaki, semuanya kita punya seperti yg orang lain
punya. Bahkan kata bu Sari, guru kita, sekalipun kita cacat, kita tetap sama di mata
Tuhan. Kita ini sama.
Jemy : Sudahlah Lung, tak usah kau
pikirkan kata-kata ayah kau itu. Nah, kita sudah selesai membuat dua layangan. Kita gantian saja main
layangannya. Yuk kita ke lapangan!
(
Mereka berempat lalu berlari kelapangan sambil membawa layangan mereka. Angin
bertiup tak terlalu kencang)
ADEGAN
3
(Diberanda
belakang rumah keluarga A Liong, di waktu senja)
A Liong :
Ayah mendengarkan sesuatu yang tidak menyenangkan.( A Liong mengambil the dan
meminumnya sedikit)
A
Lung : Tentang apa
itu ayah?
A
Liong : Tentang kamu. (Perkataan
A Liong datar dan dingin)
A Lung :
(A Lung memandang ayahnya dengan isyarat mata seolah-olah heran) Maafkan saya
ayah, saya mungkin telah tidak sengaja membuat hati ayah tidak berkenan.
A
Liong : Tapi kamu sengaja
melakukannya. (masih datar dan dingin)
A
Lung : (Masih
seolah-olah tak merasa bersalah) Maksud ayah?
A Liong :
Jangan menguji kesabaran ayah.... (A Liong meletakkan teh, kemudian memandang A
Lung dengan mata yang serius). Kamu sudah mengerti arah pembicaraan ayah.
( A
Lung menunduk, dadanya berdegup kencang. Beberapa
saat A Lung tidak dapat menatap ayahnya, dia terdiam)
A
Liong : Kamu bisa menjelaskan
semua itu kepada ayah?
A Lung :
Ayah…(suara A Lung bergetar) sesungguhnya A Lung belum mengerti maksud ayah.
Sesungguhnya saya masih ingin bertanya lagi tentang mengapa saya tidak diperbolehkan berkumpul apalagi berteman
dengan Amir, Yono juga Jemy.
A Liong :
Ayah sudah bilang bahwa ayah, kamu dan juga keluarga kita berbeda dengan mereka
(dengan suara agak meninggi namun masih datar)
A
Lung : Tapi
mengapa ayah? Bukankah semua orang sama,
kata Amir, kita sama-sama mempunyai hidung, mata, telinga, mulut, juga
hal yang lain. Bahkan seandainya kita cacatpun
kita tetap sama. Kita manusia bukan?
A
Liong : Kamu sama sekali belum
mengerti maksud ayah. Bukankah ayah sudah memintamu bercermin,
melihat dirimu. Apakah kamu sama dengan mereka? Apakah engkau memiliki mata yang
sama dengan mereka? Apakah kamu memiliki hidung yang sama dengan mereka? Apakah kamu
belum juga mengerti tentang ini?
A Lung :
Kalau itu A Lung mengerti ayah, tapi
apakah karena itu saya tidak boleh berteman dengan mereka. Bukankah
kami ini bersama-sama belajar dalam satu sekolah yang sama. Apakah A Lung benar
tidak boleh bertemu dengan mereka, sekallipun hanya untuk menyapa.
A Liong :
Kamu tidak perlu mengkuatirkan itu. Ayah akan memindahkan sekolah kamu. (Suara
A Liong masih keras dan datar)
A
Lung : Tapi ayah…(A
Lung menatap ayahnya, matanya memerah)
A Liong :
A Lung dengarkan ayah, ini semua untuk kebaikan kamu. Kamu akan mengerti suatu
saat nanti. (A Liong menatap A Lung,masih juga dengan mimic yang datar)
A Lung :
Ayah tidak mengerti A Lung( A Lung menangis) ayah tak perduli tentang perasaan
A Lung. (A Lung menutup wajahnya dengan kedua tangannya)
(A
Liong Berdiri, menatap A Lung sejenak dengan wajah datar dan meninggalkan A
Lung sendiri di beranda belakang)
ADEGAN
4
(Dua hari
kemudian A Lung tidak masuk sekolah, ayahnya berencana memindahkan ke sekolah
lain. Setiap hari dia hanya dikamar, hanya keluar ketika makan dan mandi saja.
Anak kecil itu selalu memikirkan tentang perkataan ayahnya. Tentang perbedaan
itu. Malam itu memikirkan lagi tentang semua itu, dia membuka jendela dan
melihat malam yang ditaburi bintang)
A Lung :
Malam, seperti yang engkau tahu saya sendiri. Saya hanya ingin ada yang
menemani saya mala mini. Malam, saya ingin bercerita tentang pikiran saya. Saya
ingin bercerita tentang hati saya. Saya ingin juga bintang mendengarkannya.
Saya tidak tahu dari mana saya akan memulainya. Saya pikir ini semudah saya
merangkai layang-layang.
Malam, seperti saya menapak dalam awal senja ini, saya ingin memulainya.
Saya ingin bertanya, apakah saya ini berbeda dari
teman-teman saya? Ataukah saya ini sama dengan teman-teman saya? Maaf jika saya
meragukan perkataan ayah, mengapa ayah tidak menjelaskan tentang semuanya.
Mengapa saya harus menunggu sampai saya dewasa untuk mengerti tentang sebuah
perbedaan itu. Malam, bukankah sebenarnya kita ini memang beda? Bukankah antara
engkau dan bintang juga memiliki jiwa yang lain, Bukankah kalian membawa diri
kalian masing-masing. Jiwa gelap dan jiwa terang.
Tapi dua malam ini saya tahu kalian bersama-sama dalam
nuansa senja. Mengapa saya tidak dapat mengambil nyawa itu dari kalian? Mengapa
ayah tak pernah melihat kalian saat bersama seperti ini?
Bintang berkediplah sekali agar hatiku lapang.
(A
Lung menatap langit, lalu berkedip sekali. Dia
mengambil nafas dalam-dalam lalu membuangnya berlahan. A Lung menutup jendela)
ADEGAN
5
(Dibawah
pohon beringin besar di dekat lapangan, Amir,
Yono dan Jemy bertemu untuk membuat laying-layang. Mereka duduk bersama)
Yono : sudah dua hari A Lung ndak
masuk sekolah. Kira-kira kemana saja dia ya?
Jemy :
Kata Bu Sari, bapaknya A Lung dating ke sekolah. A Lung akan dipindahkan
sekolah. Begitu katanya Bu Sari.
Yono : lho kok A Lung ndak cerita dulu
kepada kita.
Amir :
Ya jelas A Lung tidak cerita kepada kita. Dia kan sudah dua hari tidak masuk
sekolah, dua hari ini juga dia tidak datang ke lapangan.
Yono : Oh iya ya. Aku lupa. (Sambil
menggaruk-garuk kepala)
Jemy :
Mungkin A Lung akan datang kalau dia benar-benar pindah sekolah. Untuk
perpisahan kepada kita mungkin.
Amir :
Mungkin bisa juga begitu(sambil manggut-manggut)
Jemy :
Kita harus membuat A Lung senang sebelum berpisah dengan kita. Kita temannya,
kita akan menjadi teman selamanya.
Amir : Bagaimana caranya ya?
Yono :
Bagaimana kalau layang-layang ini kita berikan kepada A Lung.(Yono
mengangkat layang-layang yang belum jadi
kehadapan Amir dan Jemy)
Amir
dan Jemy : Ide yang bagus! (bersama-sama
menjawab)
Jemy : Ayo kita kerjakan di rumah
saja. Kita buat yang paling bagus.
Yono dan Amir :
Ayo…!
(Amir,
Yono dan Jemy akhirnya pulang dan menyelesaikan laying-layang itu di
rumah)
ADEGAN
6
(Hari
minggu, Amir, Yono dan Jemy pergi ke rumah A Lung. Mereka bertemu dengan ayah A
Lung. Mereka dipersilahkan masuk.)
A
Liong : Ada apa kemari? (dengan
wajah datar dan dingin)
Jemy : Kami ingin bertemu dengan A
Lung, om. Apa A Lung ada di rumah om?
A
Liong : Ada perlu apa kira-kira?
Yono :
Gini lho om, katanya kan A Long akan pindah sekolah. Nah kami hanya ingin
ketemu dia dulu untuk mengucapkan
salam perpisahan.
A Liong :
Tapi A Lung sedang tidak sehat. Dia tidak bisa bertemu dengan kalian. (sambil
berdiri dari duduknya)
Amir :
Ya sudah om, kalau begitu kami titip ini saja.( Amir memberikan layang-layang
kepada ayah A Lung)
(
Amir, Yono dan Jemy akhirnya pulang. A Liong masih memegang layang-layang, dia memegang cat yang masih basah itu. Dia melihat cat yang
sangat mencolok itu. Merah dan putih. Dia tertegun di beranda)
ADEGAN
7
(Keesokan
harinya. Di kamar A Lung masih merenung, dari balik pintu terdengar ketukan.
Dia membuka pintu, ayah A Lung masuk. A Liong menatap anaknya, dia
duduk di kursi disebelah A Lung.
A
Liong : Kemarin teman-teman kamu
datang kesini.
(A
Lung menatap wajah ayahnya)
A Lung :
Mengapa ayah tidak bilang bila mereka dating kemari. (Suara A Lung lemah dan
terlihat kecewa)
A Liong `:
Mereka memberikan ini( A Liong memberikan layang-layang bercat merah putih
kepada A Lung)
A Lung :
Ayah…( Alung menerima layang- layang itu menatap terharu mengambil navas
perlahan, lalu menatap layang – layang itu sekali lagi). Ayah , tolong
sampaikan rasa terimaksihku kepada mereka .mohon sampaikan juga permohonan
maafku kepada mereka bila bertemu.
A Liong :
tentu saja Ayah akan menyampaikan kepada mereka,tapi apakah tidak sebaiknya
kamu yg menyampaikan sendiri.
A Lung :
Maksut Ayah? ( A Long menatap wajah ayahnya dengan terkejut ) apakah aku boleh
bertemu mereka?
A Liong :
nanti sore teman – teman mu akan bermain layang – layang dilapangan .temuilah
mereka
A
Lung : ayah…(mata A Lung
memerah.terharu)terimakasih ayah( A Lung memeluk Ayahnya)
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar