Tembang
dolanan anak berbahasa Jawa memiliki nilai-nilai luhur budaya nasional. Namun
sayangnya, tembang dolanan anak-anak berbahasa Jawa pada saat ini kurang
mendapatkan perhatian dari pemerintah maupun instansi terkait. Pada akhirnya
anak-anak sekarang kurang mengenal tembang dolanan Jawa sehingga tembang
dolanan berbahasa Jawa ini kurang diminati dan tergerus oleh zaman. Makalah ini
akan memaparkan beberapa aspek tentang makna teks yang tersirat dalam tembang
dolanan anak berbahasa Jawa, seperti nilai religius, nilai kebersamaan, nilai
kemandirian, instropeksi, dan kerendahan hati (tidak sombong) Dengan
muatan beberapa aspek tersebut secara tidak langsung tembang dolanan anak
berbahasa Jawa menyimpan beragam nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa
Indonesia khususnya Jawa. Dalam upaya untuk membangun jatidiri dan karakter
bangsa, tembang dolanan anak berbahasa Jawa perlu dikenalkan kepada generasi
muda khususnya anak-anak. Mereka adalah pemegang tongkat estafet perjalanan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman
pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan
jatidiri dan karakter yang berbudi luhur.
Kata
Kunci: tembang, dolanan, nilai religius, kebersamaan, kebangasaan, estafet
karakter.
1.
Pengantar
Negara
Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya akanl berbagai macam budaya dan
kesenian. Kekayaan budaya dan kesenian yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan
suatu kebanggaan dan aset bangsa. Semua negara di dunia telah mengakui akan
kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia . Bahkan ada negara tetangga, seperti
Malaysia berusaha merebut dan mengakui salah satu kebudayaan yang dimiliki
bangsa Indonesia sebagai kebudayaan mereka. Hal itu tidak boleh dibiarkan, jika
ini terjadi maka bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu aset bangsa.
Sebagai warga negara yang cinta dan peduli akan kebudayaan tersebut, maka
hendaknya selalu berusaha untuk menjaga dan mempertahankannya. Oleh karena itu,
warisan nenek moyang tersebut perlu dilestarikan agar tidak punah tergerus oleh
perkembangan zaman.
Perubahan
dan perkembangan zaman terjadi semakin pesat, hal ini ditandai dengan semakin
canggihnya alat-alat elektronik yang mengakibat terkikisnya kebudayaan warisan
nenek moyang yang menyimpan nilai-nilai luhur bangsa. Warisan kebudayaan
tersebut meliputi bahasa, adat-istiadat, dan kesenian daerah. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa kesenian daerah yang pada saat ini banyak yang hilang bahkan
hampir punah. Salah satu contoh kesenian daerah tersebut adalah tembang dolanan
anak berbahasa Jawa.
Tembang
dolanan berbahasa Jawa merupakan sarana untuk bersenang-senang dalam mengisi
waktu luang dan juga sebagai sarana komunikasi yang mengandung pesan mendidik.
Contoh tembang dolanan yang dimaksud adalah cublak-cublak suweng, jaranan,
padang bulan, ilir-ilir, dan masih banyak lagi. Tembang dolanan anak merupakan
suatu hal yang menarik karena sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang masih
suka bermain, didalamnya juga mengandung ajaran-ajaran atau nilai-nilai moral
budi pekerti. Dr. Suharko Kasaran, (Ketua Komisi Nasional Budi Pekerti)
mengatakan bahwa apabila anak kurang/tidak dibina pendidikan budi pekerti
sedini mungkin, pada umur 14 tahun anak itu akan mengembangkan sikap destruktif
(cenderung ke arah brutal). Kurangnya pembinaan atau pedidikan budi pekerti
dibuktikan banyaknya kejadian di usia remaja dan dewasa atau tua seperti
kenakalan remaja, tawuran massal, pelecehan seksual, dan sebagainya (wawancara
Buletin Siang RCTI, 11 Mei 1999).
Menurut
Riyadi (dalam Djaka Lodang, 5 Agustus 1989) memerinci sifat lagu dolanan
anak-anak yaitu bersifat didaktis dan sosial. Didaktis artinya lagu dolanan itu
mengandung unsur pendidikan, baik yang disampaikan secara langsung dalam lirik
lagu atau disampaikan secara tersirat, dengan berbagai perumpamaan atau
analogi. Salah satu keahlian orang Jawa adalah membuat berbagai ajaran dengan berbagai
perumpamaan. Sosial artinya bahwa lagu dolanan memiliki potensi untuk menjalin
hubungan sosial anak dan menumbuhkan sifat-sifat sosial.
Pada
dasarnya lagu dolanan anak bersifat unik. Artinya, berbeda dengan bentuk
lagu/tembang Jawa yang lain. Menurut Danandjaja (1985:19) lagu dolanan anak ada
yang termasuk lisan Jawa, yaitu tergolong nyanyian rakyat. Sarwono dkk (1995:
5) menjelaskan bahwa lagu dolanan memiliki aturan, yaitu
1. bahasa sederhana,
2. cengkok sederhana,
3. jumlah baris terbatas,
4. berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak.
Lirik
dalam lagu dolanan tersebut tersirat makna religius, kebersamaan, kebangsaan,
dan nilai estetis.
Generasi
muda terutama anak-anak merupakan pemegang tongkat estafet perjalanan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman pada
potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan
jatidiri dan karakter yang berbudi luhur. Generasi yang merupakan penerus
pembangunan bangsa hendaknya memiliki rasa bangga dan jiwa kepahlawanan untuk
menghadapi masalah. Sikap tersebut diawali dengan rasa bangga, ikut memiliki,
dan mencintai seni budaya. Melalui seni, seseorang lebih sensitif terhadap
keadaan lingkungan di sekitarnya. Dengan melihat kenyataan yang ada sekarang
ini, sebagai generasi muda haruslah berbuat banyak demi kelestarian budaya dan
kesenian tradisional yang hampir punah. Tembang dolanan sebagai warisan nenek
moyang yang mempunyai nilai-nilai luhur harus terus dilestarikan.
Namun
ironis, sekarang ini generasi muda khususnya anak-anak yang tinggal di daerah
yang banyak mendapat pengaruh budaya modern pada umumnya tidak mengenal tembang
dolanan berbahasa Jawa tersebut meskipun mereka orang Jawa. Mereka kurang
berminat mempelajari apalagi menghafal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut.
Pada saat ini, anak-anak lebih mudah menyanyikan dan menghafal lagu-lagu
berbahasa Indonesia daripada tembang dolanan yang menggunakan bahasa Jawa. Hal
ini terjadi karena pada umumnya orang tua zaman sekarang meskipun berasal dari
etnis Jawa, tetapi mereka lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu atau bahasa pengantar dalam berkomunikasi sehari-hari.
Peranan
orang tua dalam melestarikan warisan nenek moyang juga sangat penting karena
anak ibarat kertas putih bersih yang belum ternoda. Kalau sejak dini anak-anak
diperkenalkan dengan tembang dolanan yang berisi petuah, pendidikan moral, dan
budi pekerti, maka kelak jika sudah dewasa akan berakhlak baik. Meskipun mereka
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, tetapi
sebagai orang tua hendaknya juga mengajari anak-anak mereka untuk menggunakan
bahasa Jawa karena mereka berasal dari etnis Jawa.
Di
samping orang tua yang berperan penting, pemerintah juga kurang memperhatikan
bahkan mengabaikan adanya tembang dolanan anak berbahasa Jawa. Hal ini terbukti
dengan tidak adanya kepedulian pemerintah untuk ikut melestarikan tembang
dolanan tersebut. Ketidakpedulian pemerintah tersebut dapat dilihat dengan
tidak adanya sosialisasi melalui program di televisi yang menayangkan acara
khusus tembang dolanan anak yang berbahasa Jawa. Kebanyakan acaranya
menggunakan bahasa Indonesia. Kalaupun ada acara musik yang berbahasa Jawa
tetapi musik tersebut untuk orang dewasa bukan lagu dolanan untuk anak-anak.
Selain perlu diadakannya program khusus untuk tembang dolanan anak-anak,
langkah untuk melestarikan kesenian tersebut adalah dengan diadakannya lomba
yang khusus menyanyikan tembang dolanan berbahasa Jawa. Langkah selanjutnya
adalah melalui sanggar seni dengan mengaplikasikan tembang dolanan anak-anak
maupun dewasa, sehingga tembang dolanan tidak lagi dianggap sebagai tembang
dolanan semata, tetapi merupakan seni sastra tradisi milik seluruh masyarakat.
Kerjasama yang harmonis antara orang tua, lingkungan, pemerintah yang terkait
akan mempunyai andil besar dalam upaya melestarikan seni budaya daerah yang
merupakan sumber aset budaya nasional.
Gejala
yang terjadi menunjukkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan tembang dolanan
anak berbahasa Jawa kurang diminati generasi muda khususnya anak-anak. Meskipun
dalam lirik tembang tersebut mengandung banyak nasihat, petuah, dan pendidikan
yang baik bagi anak-anak. Oleh sebab itu, peneliti tergerak untuk mengungkapkan
fenomena yang terjadi pada saat ini. Data dalam tulisan ini diperoleh dari
masyarakat tutur berbahasa Jawa yang masih mengenal tembang dolanan anak-anak.
2.
Teori Pendidikan Budi Pekerti
Budi
pekerti adalah watak dan perbuatan seseorang sebagai perwujudan hasil
pemikiran. Budi pekerti itu merupakan sikap dan perilaku, (tingkah laku, solah
bawa, muna-muni) yang dilandasi oleh olah dan kegiatan berfikir. Tentu saj
proses berfikir yang sehat sehingga menghasilkan budi pekerti yang baik.
manifestasi budi pekerti yang baik menurut Surya (1995: 5) disebut juga budi
pekerti luhur. Budi pekerti memiliki peranan tertentu dalam kehidupan manusia,
dinyatakan oleh Simuh (1995: 109) bahwa nilai-nilai budaya dan norma etik Jawa
akan berhadga bagi proses keberlangsungan kehidupan. Winarni (1995:2)
menyatakan batas budi pekerti identik dengan orang yang berbudi mulia dan utama
atau bermoral. Mereka adalah orang yang terpuji. Hal ini diungkapkan oleh
Darusuprapto dkk (1990:1) bahwa ajaran moral adalah ajaran yang berkaitan
dengan perbuatan dan kelakuan yang pada hakikatnya merupakan pencerminan akhlak
atau budi pekerti.
3.
Pembahasan
Berdasarkan
data yang diperoleh, tembang dolanan berbahasa Jawa memiliki makna/nilai budi
pekerti nilai religius, kebersamaan, kemandirian, kerendahan hati (tidak boleh
sombong), dan instropeksi diri. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai
berikut.
3.1 Tembang dolanan berbahasa Jawa yang
mengandung nilai budi pekerti religius atau keagamaan
a.
SLUKU-SLUKU BATOK
Sluku-sluku
bathok
Bathoke
ela-elo
sluku
bathok
Bathoke
ela-elo
Si
Rama menyang Solo
Oleh-olehe
payung motha
Mak
jenthit lolo lobah
Wong
mati ora obah
Nek
obah medeni bocah
Nek
urip goleka dhuwit.
Lirik
tembang dolanan yang berjudul ‘Sluku-sluku Bathok’ tersebut apabila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
‘Ayun-ayun
kepala’
‘Kepalanya
geleng geleng’
‘Si
bapak pergi ke Solo’
‘Oleh-olehnya
payung mutha’
‘Secara
tiba-tiba begerak
‘Orang
mati tidak bergerak’
‘Kalau
bergerak menakuti orang’
‘Kalau
hidup carilah uang’
Makna
yang tersirat dalam tembang dolanan “Sluku-sluku bathok” yaitu nilai religius.
Dalam syair tersebut bermakna manusia hendaklah membersihkan batinnya dan
senantiasa berzikir mengingat Allah dengan (ela-elo) menggelengkan kapala
mengucapkan lafal laa illa ha illallah disaat susah maupun senang, di kala
menerima musibah maupun kenikmatan, hidup mati manusia ditangan Allah, maka
dari itu selagi masih hidup berbuat baiklah terhadap sesama, dan beribadah
kepada Allah SWT karena Allah Maha segala-galanya, apabila sekali berkehendak
mencabut nyawa seseorang, tak seorang pun mampu menolakkan.
b.
Ilir-Ilir
Lir-ilir,
lir-ilir
Tandure
wus sumilir
Tak
ijo royo-royo
Tak
sengguh temanten anyar
Cah
angon, cah angon
Penekno
blimbing kuwi
Lunyu-lunyu
penekno
Kanggo
mbasuh dodotiro
Dodotiro,
dodoiro
Kumitir
bedah ing pinggir
Dondomono,
jlumatono
Kanggo
sebo mengko sore
Mumpung
padhang rembulane
Mumpung
jembar kalangane
Yo
sorako, sorak iyo!!
Syair
tembang dolanan Ilir-ilir tersebut apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
sebagai berikut.
‘Bangunlah,
bangunlah!’
‘Tanaman
sudah bersemi’
‘Demikian
menghijau’
‘Bagaikan
pengantin baru’
‘Anak
gembala, anak gembala’
‘Panjatlah
(pohon) belimbing itu’!
‘Biar
licin dan susah tetaplah kau panjat’
‘untuk
membasuh pakaianmu’
‘Pakaianmu,
pakaianmu’
‘terkoyak-koyak
dibagian samping’
‘Jahitlah,
Benahilah!’
‘untuk
menghadap nanti sore’
‘Mumpung
bulan bersinar terang’
‘Mumpung
banyak waktu luang’
‘Bersoraklah
dengan sorakan Iya!!’
Dalam
syair tembang dolanan yang berjudul Ilir-ilir mengandung makna religius
(keagamaan). Sedangkan maksud yang terkandung dalam tembang tersebut adalah
kita sebagai umat manusia diminta bangun dari keterpurukan untuk lebih
mempertebal iman dan berjuang untuk mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya
pengantin baru. Meminta Si anak gembala untuk memetikkan buah blimbing yang
diibaratkan perintah salat lima waktu. Yang ditempuh dengan sekuat tenaga kita
tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya. Meskipun
ibarat pakaian kita terkoyak lubang sana sini, namun kita sebagai umat
diharapkan untuk memperbaiki dan mempertebal iman dan taqwa agar kita siap
memenuhi panggilan Ilahi robbi.
c.
Padhang Bulan
Yo
prakanca dolanan ing njaba
Padhang
mbulan padhangé kaya rina
Rembulané
kang ngawé-awé
Ngélikaké
aja turu soré-soré
Syair
dari tembang dolanan padang bulan apabila diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi:
‘Ayo
teman-teman bermain diluar’
‘Cahaya
bulan yang terang benderang’
‘Rembulan
yang seakan-akan melambaikan tangan’
‘Mengingatkan
kepada kita untuk tidak tidur sore-sore’
Dalam
tembang dolanan padang bulan mengandung makna religius (kagamaan). Maksud dari
tembang dolanan tersebut adalah kita hendaknya bersyukur kepada yang Maha Kuasa
untuk menikmati keindahan alam. Untuk menunjukkan rasa syukur itu kita
diharapkan tidak tidur terlalu sore karena kita bisa melaksanakan ibadah di
waktu malam.
3.2
Tembang dolanan berbahasa Jawa mengandung nilai budi pekerti. Hal itu dapat
dilihat dalam data dibawah ini.
a.
Jaranan
Jaranan-
jaranan, jarane jaran teji
Sing
numpak ndoro bei
sing
ngiring para mentri
Jeg-jeg
nong, jreg-jreg gung
Jeg-jeg
gedebuk krincing
Gedebug
jedher
Gedebug
krincing
Jeg-jeg
gedebuk jedher
Syair
tembang dolanan yang berjudul ‘Jaranan’ ersebut apabila diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia adalah:
berkuda,
berkuda, kudanya teji (tinggi besar)
yang
naik Tuan Bei yang mengiring para menteri
Jeg-jeg
nong, jeg-jeg gung
Jeg-jeg
gedebuk krincing
Gedebuk
jedher
Gedebuk
krincing
Gedebuk
jedher
Jeg-jeg
gedebuk jedher’
Tembang
dolanan jaranan sebenarnya hanya terdiri atas empat larik, untuk larik
berikutnya hanya diulang-ulang. Kalau dilihat dari syairnya terdapat beberapa
makna budi pekerti yang tersirat dalam tembang tersebut, antara lain:
(1)
Kebersamaan
Dalam
syair sing numpak ndara Bei sing ngiring para menteri, di sana terdapat rasa
kebersamaan antara atasan dan bawahan. Kebersamaan untuk saling membutuhkan,
saling membantu, orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi membutuhkan orang
yang berkedudukan lebih rendah, demikian pula sebaliknya. Kedudukan yang tinggi
tersebut diibaratkan ndara Bei yang membutuhkan pengawalan dari para menterinya
yang dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah.
(2)
Menghormati yang lebih tinggi kedudukannya
Budaya
Jawa telah mengajarkan bahwa seseorang yang mempunyai kedudukan yang lebih
rendah harus menghormati orang yang berkedudukan lebih tinggi. Hal itu tampak
pada syair sing numpak ndara Bei sing ngiring para menteri. Dalam syair
tersebut ndara Bei dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari para
menterinya, karena sebutan ndara Bei hanya digunakan untuk menyebutkan
seseorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan keturunan ningrat. Apalagi
ditunjang dengan tunggangannya kuda yang tinggi besar yang harus diiringi oleh
para menterinya. Oleh karena itu, tugas para menteri adalah mengawal ndara Bei
tersebut. Dalam hal ini, jelaslah bahwa budi pekerti yang harus ditanamkan
adalah sikap menghormati yang lebih tua atau yang lebih tinggi kedudukannya.
3.3
Tembang dolanan berbahasa Jawa yang mengandung makna seperti yang terdapat pada
uraian data dibawah ini.
a.
MENTHOK-MENTHOK
Menthok-menthok
tak kandhani
Mung
solahmu angisin-isini
Bokya
aja ndheprok
Ana
kandhang wae
Enak-enak
ngorok
Ora
nyambut gawe
Methok-menthok
Mung
lakumu megal-megol gawe guyu
Lirik
tembang dolanan diatas apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai
berikut.
‘Menthok-menthok
saya nasehati’
‘Hanya
perilakumu yang memalukan’
‘Jangan
hanya diam dan duduk’
‘Di
kandang saja’
‘Enak-enak
mendengkur’
‘Tidak
bekerja’
‘Menthok-menthok’
‘Hanya
jalanmu meggoyangkan pantat membuat orang tertawa’
Dalam
lirik tembang dolanan ‘Menthok-menthok’ mengandung makna instropeksi diri.
Sebagai umat manusia tidak boleh menyombongkan diri, karena sesungguhnya semua
yang ada di dunia ini diciptakan Allah dengan segala kekurangan dan
kelebihannya. Sebaiknya kita berusaha dan bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan hidup, tidak malas, tidak suka tidur (karena orang suka tidur
badannya akan lemas, otot kaku, mudah terkena penyakit, rezekinya tidak lancar
dsb) , dan selalu berbuat baik terhadap sesama. Dalam syair tembang dolanan
tersebut yang diibaratkan menthok, meskipun dia itu pemalas, bersifat jahat,
dan suka tidur, tetapi dia masih mempunyai sifat baik dan berguna baik orang
lain yaitu menghibur dan membuat orang lain tertawa.
b.
GUNDUL-GUNDUL PACUL
Gundul-gundul
pacul..cul, gemelelengan
Nyunggi-nyunggi
wakul...kul, gemelelengan
Wakul
ngglimpang, segane dadi sakratan
Wakul
ngglimpang, segane dadi sakratan
Syair
tembang dolanan Gundul-gundul Pacul apabila diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia sebagai berikut.
‘Kepala
botak tanpa rambut ibarat cangkul , besar kepala (sombong, angkuh)’
‘Membawa
bakul, dengan gayanya yang besar kepala (sombong, angkuh)’
‘Bakulnya
jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan tidak bermanfaat lagi’
Dari
syair tembang dolanan Gundul-gundul Pacul menggambarkan seorang anak yang
gundul, nakal, bandel, angkuh, dan tidak bertanggung jawab. Dia tidak dapat
membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Dia beranggapan bahwa dirinya orang
yang paling benar, paling bisa, dan paling pintar, sehingga dia bersikap
gembelelengan, sombong, dan tak tahu diri. Apabila dipercaya untuk memegang
amanah yang menyangkut kehidupan orang banyak, dia tetap bersikap tidak peduli.
Akibat dari kesombongan dan keangkuhannya itu maka kesejahteraan dan keadilan
yang semestinya berhasil akhirnya menjadi hancur berantakan. Dari syair tembang
tersebut mengandung makna tidak boleh sombong, dalam hal ini terlihat bahwa
orang yang sombong, angkuh, dan ceroboh akan membawa kehancuran dan kegagalan,
maka dari itu jika engkau menjadi seorang pemimpin yang diberi amanah dan
tanggung jawab hendaknya peganglah dan jalankan amanah itu sebaik-baiknya agar
membawa kesejahteraan dan keadilan sesuai harapan rakyat yang dipimpinnya.
c.
DHONDHONG APA SALAK
Dhondhong
apa salak
Dhuku
cilik-cilik
Andhong
apa mbecak
Mlaku
dimik-dimik
Syair
tembang ‘Dhondhong apa Salak’ apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
adalah
‘Dhondhong
apa salak’
‘Dhuku
kecil-kecil’
‘Naik
delman apa naik becak’
‘Jalan
pelan-pelan’
Dalam
syair tembang dolanan ini kita dihadapkan pada dua pilihan. Ibarat buah
kedondong yang bagian luarnya halus tetapi bagian dalamnya kasar dan tajam, dan
sebaliknya buah salak yang bagian luarnya kasar ternyata bagian dalamnya halus.
Di sini kita dihadapkan pada dua karakter, Lebih baik kita berbuat yang baik
secara lahir maupun batin seperti buah duku, daripada kita berbuat yang dari
luar kelihatan bagus tetapi di dalamnya kasar dan tajam seperti buah kedondon.
Demikian sebaliknya, lebih baik kita berbuat terlihat kasar dari luar tetapi
dalamnya halus seperti buah salak. Berbuatlah sesuatu yang baik dan tidak
menyakitkan, baik itu secara lahir maupun batin. Sedangkan syair andhong apa
mbecak, mlaku dimik-dimik mempunyai maksud memilih salah satu makna yang
dimaksud dalam syair tersebut . Andong adalah sebuah kendaraan angkutan yang
menggunakan tenaga hewan sebagai penariknya, sedangkan becak adalah kendaraan
angkut yang memanfaatkan tenaga manusia sebagai pendorongnya. Dalam syair ini
terdapat nilai budi pekerti kemandirian, kita tidak boleh menyusahkan orang
lain atau makhluk lain, kita harus hidup mandiri, berjalan di atas kaki sendiri
meskipun pelan-pelan dan tertatih-tatih.
4.
Penutup
Dari
analisis data yang diperoleh, tembang dolanan berbahasa Jawa mempunyai
makna/nilai budi pekerti yang patut yang harus diajarkan pada generasi muda
khususnya anak-anak. Beberapa nilai budi pekerti tersebut antara lain nilai
religius, kebersamaan, kemandirian, tidak boleh sombong, dan instropeksi diri.
Tembang dolanan berbahasa Jawa yang mengandung nilai budi pekerti religius atau
keagamaan terdapat pada tembang sluku-sluku bathok, ilir-ilir, dan padhang
mbulan. Tembang dolanan berbahasa Jawa jaranan mengandung nilai budi pekerti
kebersamaan dan menghormati kepada yang lebih tua dan lebih tinggi
kedudukannya.
Tembang
dolanan berbahasa Jawa yang mengandung berbagai macam makna atau nilai budi
pekerti antara lain: menthok-menthok mengandung makna budi pekerti kita tidak
boleh sombong dan selalu berbuat baik terhadap sesama, gundul-gundul pacul
mengandung makna kesombongan akan membawa petaka, dan dhondong apa salak
mengandung nilai kemandirian bahwa manusia hidup harus hidup mandiri tidak
boleh menyusahkan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar